Senin, 18 April 2011

Tugas Teori Manajemen Publik

Oleh: Ana Jauharul Islam
& Hendra Arie Ch
PEMBAGIAN KERJA DAN STRUKTUR ORGANISASI
(GARY STOKER)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Pengorganisasian
Dalam fungsi pengorganisasian, manajer mengalokasikan keseluruhan sumber daya organisasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat berdasarkan suatu kerangka kerja organisasi tertentu, Kerangka kerja tersebut dinamakan sebagai Desain Organisasi Bentuk Spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan dengan Struktur Organisasi. Stuktur Organisasi pada dasarnya merupakan desain organisasi dimana manajer melakukan alokasi sumber daya organisasi, terutama yang terkait dengan pembagian kerja dan sumber daya yang dimiliki organisasi, serta bagaimana keseluruhan kerja tersebut dapat dikordinasikan dan dikomunikasikan. tujuan pengorganisasian adalah untuk mencapai usaha terkoordinasi dengan mendefinisikan hubungan pekerjaan dan otoritas. fungsi pengkoordinasian terdiri ats tiga aktivitas yang berurutan : memecah tugas ke dalam pekerjaan (spesialisasi,pekerjaan), mengkombinasikan pekerjaan untuk membentuk departemen (departementalisasi), dan mendelegasikan otoritas.
Misalnya contoh dari bagan organisasi

B. Empat Pilar Pengorganisasian (Four Building Blocks of Organizing)
• Pilar Pertama : pembagian kerja (division of work)
• Pilar Kedua : Pengelompokan Pekerjaan (Departmentalization)
• Pilar Ketiga : penentuan relasi antar bagian dalam organisasi (hierarchy)
• Pilar Keempat : penentuan mekanisme untuk mengintegrasikan aktifitas antar bagian dalam organisasi atau koordinasi (coordination)

• Pilar Pertama : pembagian kerja (division of work)
Pembagian Kerja adalah Upaya untuk menyederhanakan dari keseluruhan kegiatan dan pekerjaan (yang telah disusun dalam proses perencanaan) yang mungkin saja bersifat kompleks, menjadi lebih sederhana dan spesifik dimana setiap orang akan ditempatkan dan ditugaskan untuk setiap kegiatan yang sederhana dan spesifik tersebut. Kadangkala Pembagian Kerja dinamakan dengan Pembagian Tenaga Kerja, namun lebih sering digunakan Pembagian Kerja karena yang dibagi-bagi adalah pekerjaannya, bukan orangnya. Contoh dari Pembagian Kerja misalnya Pembagian Kerja dalam Bisnis Restoran, pembagian kerja dapat berupa pembagian kerja untuk bagian dapur, pelayanan pelanggan di meja makan, kasir, dan lain sebagainya.
• Pilar Kedua : Pengelompokan Pekerjaan (Departmentalization)
Setelah pekerjaan dispesifikkan, maka kemudian pekerjaan-pekerjaan tersebut dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu yang sejenis. Pengelompokan Pekerjaan atau Departementalisasi pada dasarnya adalah Proses pengelompokkan dan penamaan bagian atau kelompok pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh, untuk bisnis restoran : pencatatan menu, pemberitahuan menu kepada bagian dapur, hingga pengiriman makanan dari bagian dapur kepada pelanggan di meja makan dapat dikelompokkan menjadi satu departemen tertentu, katakanlah bagian Pelayan.






• Pilar Ketiga : penentuan relasi antar bagian dalam organisasi (hierarchy)
Hierarcy adalah Proses penentuan relasi antar bagian dalam organisasi, baik secara vertikal maupun secara horizontal.
o Terdapat 2 konsep penting dalam Hierarcy, yaitu :
o Span of management control atau span of control
Span of management control terkait dengan jumlah orang atau bagian di bawah suatu departemen yang akan bertanggung jawab kepada departemen atau bagian tertentu

o Chain of Command
Chain of command juga menunjukkan garis perintah dalam sebuah organisasi dari hirarki yang paling tinggi misalnya hingga hirarki yang paling rendah. chain of command juga menjelaskan bagaimana batasan kewenangan dibuat dan siapa dan bagian mana akan melapor ke bagian mana
Contoh penentuan hierarki pada bisnis restaurant:


Contoh : Chain of Command dari Bisnis Restoran:

• Pilar Keempat : penentuan mekanisme untuk mengintegrasikan aktifitas antar bagian dalam organisasi atau koordinasi (coordination)
Koordinasi adalah proses dalam mengintegrasikan seluruh aktifitas dari berbagai departemen atau bagian dalam organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif . the process of integrating the activities of separate departments in order to pursue organizational goals effectively (Stoner, Freeman & Gilbert, 1995).
Faktor-faktor yang memengaruhi Struktur Organisasi:
 Strategi Organisasi
 Skala Organisasi
 Teknologi
 Lingkungan
Beberapa pendekatan dalam Departementalisasi:
 Berdasarkan Fungsional
 Berdasarkan Produk
 Berdasarkan Pelanggan
 Berdasarkan Matriks
Contoh Departementalisasi berdasarkan Fungsi :

Contoh Departementalisasi berdasarkan Produk :





Contoh Departementalisasi berdasarkan Pelanggan:

Contoh Departementalisasi berdasarkan Matriks:

BAB II
PEMBAHASAN
Istilah organisasi memiliki dua arti umum. Arti yang pertama mengacu pada suatu lembaga (Institution) atau kelompok fungsional, sedangkan menurut Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikan “organisasi ialah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat seseorang / beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang yang disebut dengan bawahan.
Sedangkan arti kedua mengacu kepada proses pengorganisasian, pengorganisasian berarti usaha untuk mengatur orang-orang ke dalam tugasnya masing-masing, disertai dengan penyediaan fasilitas atau peralatan, tanggung jawab dan wewenang, sedemikian sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapai. Mengorganisasi juga berarti mengatur pola kerja sama antar manusia, dengan menegaskan tugas dan batas-batas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Persoalannya bagaimana pemimpin dapat memilih orang yang tepat untuk tugas tertentu (The right man on the right place) dan menegaskan uraian pekerjaan (job description) serta menyerahkan wewenang tertentu kepada bawahan (pendelegasian tugas dan wewenang).
A. Pentingnya Pengorganisasian
Ernest Dale menguraikan pengorganisasian sebagai suatu proses multilangkah:1
Perincian Pekerjaan
Pembagian Pekerjaan
Pemisahan Pekerjaan
Koordinasi Pekerjaan
Monitoring dan Reorganisasi

1. Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, agar bisa mencapai tujuan organisasi, pertama-tama terlebih dahulu harus ditentukan tugas organisasi secara keseluruhan. Sebagai contoh: sebelum pewngelola rumah sakit dapat membantu orang sakit, mereka harus membeli peralatan, memperkerjakan dokter dan pegawai professional dan non professional lainnya, membentuk berbagai departemen media khusus, mengatur adanya pengakuan dari organisasi-organisasi professional, koordinasi dengan berbagai lembaga kemasyarakatan,dsb.
2. Membagi beban kerja kedalam aktivitas-aktivitas yang secara logis dan memadai dapat dilakukan oleh seorang atau oleh sekelompok orang. Organisasi dibentuk karena pekerjaan yang akan diselesaikan tidak dapat dilakukan oleh satu orang saja. dengan demikian, pekerjaan organisasi haruslah dibagi secara tepat di antara anggotanya.
3. Mengkombinasi pekerjaan anggota perusahaan dengan cara yang logis dan efisien.Bila suatu perusahaan memperbesar usahanya dan memperkerjakan lebih banyak pegawai untuk melakukan berbagai aktivitas, maka perlu dilakukan pengelompokan pegawai yang tugasnya saling berkaitan. Pemisahan pekerjaan seperti itu pada umumnya disebut sebagai departemen.
4. Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan anggota organisasi dalam satu kesatuan yang harmonis. Bila individudan departemen-departemen mulai melaksanakan berbagai aktivitas mereka yang khas, tujuan organisasi secara keseluruhan mungkin akan terabaikan atau mungkin akan timbul konflik antar anggota. Mekanisme pengorganisasian mungkin para anggota organisasi untuk tetap mengarahkan aktivitasnya kea rah pencapaian tujuan organisasi dan mengurangi konflik yang tidak efisien dan merusak.
5. Memantau efektivitas organisasi dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan atau meningkatkan efektifitas. Karena pengorganisasian merupakan suatu proses yang berkelanjutan, maka diperlukan adanya penilaian ulang terhadap keempat langkah sebelumnya secara berkala. Banyak organisasi yang berkembang tanpa terencana, mengadakan penambahan dan perubahan struktur dari waktu ke waktu sebagai kebijakan taktis untik mencapai tujuan spesifik.
Dalam bab ini kita akan memfokuskan perhatian pada dua aspek utama struktur organisasi yaitu: pembagian pekerjaan dan pendepartemenan, pembagian pekerjaan merupakan penjabaran tugas yang harus dikerjakan sehingga setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab untuk dan melaksanakan seperangkat aktivitas-aktivitas tertentu dan bukan keseluruhan tugas. Pendepartemenan adalah upaya mengelompokan aktivitas pekerjaan sehingga aktivitas-aktivitas dan hubungan yang serupa dan logis dapat diselenggarakan secara serempak.
B. Pembagian Pekerjaan (Division of Work)
Pengkajian kita tentang bahasan ini akan kita awali dengan seorang karyawan secara individual dan pekerjaanya. Kita akan mengkaji pertayaan-pertayaan seperti: Apa manfaat spesilisasi pekerjaan? Apa dampak spesialisasi tersebut terhadap moral pegawai? Sejauh mana ketidakpuasan kerja dapat ditiadakan tanpa mengorbankan manfaat spesialisasi?.selanjutnya kita akan mengkaji cara spesialisasi dan pemisahan pekerjaan secara keseluruhan.
 Manfaat Spesialisasi Pekerjaan
Manfaat spesialisasi pekerjaan yang telah lama disadari. Dan dalam kenyataan, timbulnya peradaban adalah berkat adanya pembagian kerja. Produktivitas lebih besar yang dihasilkan dari spesialisasi pekerjaan memberikan sumberdaya yang diperlukan bagi kemanusiaan untuk bidang-bidang seni, ilmu dan pendidikan. Dalam bukunya wealth of nations, Adam Smith menceritakan bahwa manfaat besar dari pembagian kerja adalah dalam pemilihan seluruh pekerjaan menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil, sederhana, dan terpisah dimana setiap karyawan dapat mengkhususkan diri, dan produktivitas total berlipat ganda secara geometris.2
 Pemikiran Awal Tentang Spesialisasi
Manfaat spesialisasi dalam kaitanya dengan meningkatnya produktivitas telah memperoleh perhatian besar dari para penulis manajemen sampai awal abad kedua puluh. Tetapi beberapa dari mereka justru mempertanyakan dampak spesialisasi pekerjaan terhadap karyawan. Karl Marx dan Friedrich Engels, yang menulis pada pertengahan abad kesembilan belas, memandang bahwa pembagian kerja yang paling umum sekalipun merupakan sumber keterasingan dan pembelenguan individu, serta Emile Durkheim, seorang sosiolog prancis yang menulis jauh sebelum spesialisasi pekerjaan yang ekstream dalam produksi lini perakitan meluas penerapannya, juga mengajukan pertanyaan tentang akibat pembagian kerja. Ia percaya bahwa individu dan masyarakat akan rusak karena dampak demoralisasi dari pekerjaan-pekerjaan yang menjemukan dan repetitive.4
 Design Pekerjaan (Job Design)
Sebelum membahas pandangan yang lebih maju tentang hubungan antara spesialisasi, kepuasan dan produktivitas, kita akan mengkaji dua cara untuk menentukan berapa jauh suatu pekerjaan sesungguhnya telah dispesialisasikan. Konsep tentang kedalaman pekerjaan dan cakupan pekerjaan merupakan upaya awal untuk menggambarkan aspek-aspek spesialisasi pekerjaan.





KEDALAMAN
PEKERJAAN


Pengendalian
Pekerjaan


CANGKUPAN
PEKERJAAN

Variasi tugas
Dan
Pengulangan pekerjaan


Dengan kedalaman pekerjaan kami maksudkan penentuan sampai sejauh mana seorang dapat mengendalikan pekarjaannya. Dengan cangkupan pekerjaan kami maksudkan jumlah pelaksanaan yang berbeda, yang diperlukan oleh suatu pekerjaan tertentu dan pengulangan daur pekerjaan. Kareteristik pekerjaan. J Richard Hackman dan beberapa orang lainya.5 telah mengajukan lima dimensi pekerjaan ini: Variasi keterampilan, identitas tugas, pentingnya tugas, otonomi dan umpan balik . tabel 9.1 dibawah ini akan menjelaskan dimensi-dimensi tersebut dan menyediakan beberapa contoh.







Kareteristik Uraian Kadar Tinggi Kadar Rendah

Variasi keterampilan
Kadar sejauh mana diperlukan variasi keterampilan dan bakat untuk menyelesaikan tugas tertentu
Melaksanakan tugas-tugas yang berbeda yang menantang kemampuan intelek dan pengembangan dalam organisasi
Perancang pakaian
Kurir
Identitas tugas kadar sejauh mana pekerjaan melibatkan penyelesaian unit, proyek atau bagian pekerjaan yang dapat diidentifikasikan Menangani seluruh fungsi pekerjaan dari awal hingga akhir dan dapat menunjukan suatu hasil yang nyata sebagai keluaran Perancang software Karyawan lini perakitan
Signifikasi tugas kadar sejauh mana tugas mempengaruhi pekerjaan atau kehidupan orang lain, di dalam dan di luar organisasi Terlibat dalam suatu fungsi pekrjaan yang penting bagi kesejahteraan,keamanan, dan mungkin kelangsungan hidup orang lain. Pengawas lalu-lintas penerbangan Tukang cat rumah
Otonomi kadar sejauh mana kebebasan individu atas suatu pekerjaan dari kebijakan untuk menjadwalkan tugas dan menentukan prosedur pelaksanaannya. Bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan suatu fungsi pekrjaan dan dapat merencanakan jadwal control dan mutu pekerjaan Manajer proyek Kasir toko serba ada
Umpan balik kadar sejauh mana induvidu menerima informasi tentang efektivitas pelaksanaan tugasnya. Belajar tentang efektifitas prestasi pekerjaan seseorang melalui evaluasi yang jelas dan langsung dari superveisor atau teman kerja, atau hasil kerja itu sendiri. Atlet profesional Petugas keamanan

Hasil pengamatan Hackman menunjukkan bahwa rasa keberhatian, tanggung jawab, dan pemahaman hasil pekerjaan akan mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja.6 Belum lama ini, Gerald Salancik dan Jeffrer7 telah mengembangkan suatu model penyusunan proses informasi sosial bagi proses perencanaan tugas. Model ini menekankan dampak dari pengaruh sosial pada cara bagaimana seseorang menilai berbagai dimensi dari pekerjaannya.8
Gambar 9-1 karateristik tugas dan motivasi kerja




Variasi keterampilan
Identitas tugas Merasakan
Signifikasi tugas arti penting pekerjaan Motivasi kerja
Internal tinggi
Merasakan
Otonomi Tanggung jawab
Atas keseluruhan Kualitas prestasi
pekerjaan kerja tinggi
kepuasan
kerja tinggi
Umpan Balik Mengetahui hasil
Aktual dari tingkat kemangkiran
aktivitas pekerjaan dari berhenti
kerja rendah

Sumber diadaptasi dari J Richard Hackman, “Work Design” dalam Hackman dan suttle, eds, Improving life at work (santa monica, calif : goodyear,1971), Gambar 3-4 hal.129
C. Keseimbangan antara Spesialisasi – Kepuasan kerja – Produktivitas
Chris Argyris12, Frederick Herzberg,13, dan douglas McGregor . mereka mengemukakan bahwa apabila pekerjaan sangat dispesialisasikan atau difragmentasikan, pada karyawan akan merasakan bahwa tugas-tugas mereka monoton, tidak menyenangkan, dan tidak memuaskan, dengan demikian pegawai kehilangan rasa otonominya. Dan tidak menghadapi tantangan atau menjadi tidak berdaya atau tidak bergantung. Para penulis ini mengungkapkan bahwa spesialisasi dalam beberapa bidang telah mencapai suatu titik dimana manfaat yang diharapkan dalam efisiensi dan produktivitas tidak diperoleh karena lebih banyak Menyebabkan kerugian bagi manusia.
Sebagai contoh kita bisa merancang sekelompok pekerjaan sehingga para pegawai yang diambil dan tugas-tugas yang sangat tidak terspesialisasi dapat dipindahkan ke suatu departemen dimana mereka akan lebih melaksanakan fungsi-fungsi yang lebih terspesialisasikan. Pada mulanya para pegawai yang baru dipindahkan itu mungkin akan menunjukkan minat dalam penugasan baru, produktivitas akan meningkat sehingga tampak sekali manfaat spesialisasi ini. Tetapi apabila mereka telah menguasai tantangan situasi baru dan dapat melaksanakan keterampilan baru tanpa perlu berfikir, perasaan tidak puas akan mulai timbul. Produktivitas akan mulai merosot apabila para pegawai yang tidak lagi menghadapi tantangan dalam pekerjaanya kehilangan minat dan keterikatan terhadap pekerjaan.
Hal-hal tersebut akan mengurangi peningkatan manfaat teknis dari spesialisasi. Tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa kaitan antara spesialisasi dan kepuasan kerja seperti ini tidaklah selalu ada dalam setiap situasi.16 Charles L. Hulin dan Milton R. Blood menyimpulkan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pegawai terhadap spesialisasi pekerjaan sangat tergantung pada setiap karyawan yang dikaji.17 Tetapi Hulin dan Blood berpendapat bahwa pegawai yang merasa terasing dalam pekerjaan mereka mungkin saja lebih mudah dilakukan dan hanya memerlukan perhatian dan keterkaitan yang lebih sedikit. Hackman, yang juga menarik kesimpulan serupa, mengacu pada istilah “ kebutuhan untuk berkembang” dan bukan “etika kerja Kristen protestan”. Menurut hasil penelitiannya, orang-orang yang memiliki kebutuhan untuk berkembang tinggi akan lebih menyenangi pekerjaan-pekerjaan yang luas dan menantang daripada orang-orang yang memiliki kebutuhan untuk berkembang rendah.18
D. Pemekaran kerja dan pemekaran kerja
Beberapa hasil penelitian memang mendukung kesimpulan Hackman, Hulin, dan Blood,19 tetapi sebagian yang lain tidak.20 Karena alasan tersebut telah cukup banyak perhatian di tunjukan kepada upaya menemukan cara untuk membuat pekerjaan-pekerjaan rutin lebih menyenangkan. Upaya tersebut dapat digolongkan dalam dua kategori besar: pemekaran kerja (job emlargement) dan pengayaan kerja (job enrichement). Istilah yang pertama berasal dari pemikiran pakar teknik industri, dan yang kedua dari teori motivasi.
Pemekaran kerja (job emlargement), pemekaran kerja mengurangi ketidakpuasan dengan meningkatkan cangkupan pekerjaan (job scope). Dalam cara ini berbagai fungsi kerja horizontal dari suatu unit dikombinasi, yang karenanya memberikan pegawai lebih banyak tugas untuk dilaksanakan. Sebagai contoh, dua pekerjaan atau lebih dapat digabung menjadi satu, untuk menimbulkan perasaan bahwa pekerjaan tersebut merupakan satu kesatuan. Atau dapat diterapkan suatu sistem rotasi pekerjaan, sehingga karyawan dapat berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain yang berbeda.
Pengayaan kerja (job enrichement). Pengayaan kerja berusaha menangani ketidakpuasan dengan meningkatkan kedalaman pekerjaan (job depth). Aktivitas-aktivitas kerja vertical dari suatu unit organisasi dikombinasikan dalam suatu bentuk pekerjaan sehingga pegawai dapat merasakan adanya otonomi pelaksanaan yang lebih besar. Tiap pegawai diberi tanggung jawab untuk mengatur kecepatan kerja sendiri, untuk memperbaiki kesalahanya sendiri, dan atau untuk memutuskan cara terbaik untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Bila pekerjaan menjadi lebih menantang dan rasa tanggung jawab karyawan meningkat, maka motivasi dan antusiasme juga akan meningkat. 21
Kepuasan kerja dan jadwal kerja alternatif. Banyak perusahaan menemukan fakta bahwa jadwal kerja alternative bisa mengurangi kekecewaan pekerja. Dua versi alternative jadwal kerja yang makin banyak diterapkan dalam struktur organisasi perusahaan dewasa ini adalah minggu kerja yang padatkan pada waktu lentur. Para pegawai yang memilih minggu kerja yang didapatkan biasanya menukar enam hari kerja yang secara tradisonal masih dipakai di Indonesia menjadi lima atau behkan empat hari kerja per minggu. Pengaturan kerja seperti itu memungkinkan para pekerja untuk berbagi tanggung jawab rumah tangga secara adil dengan teman hidupnya, mengikuti kursus,atau melakukan aktivitas-aktivitas lain.22
Waktu lentur (flextime), yang semakin luas diterapkan di eropa dibandingkan dengan di Amerika Serikat, memperkenankan para pegawai untuk mengatur jam-jam kerja mereka untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pribadi dan gaya hidup mereka. Salah satu aspek yang paling menarik dari waktu lentur adalah kemungkinan untuk menghindarkan kemacetan lalu-lintas pada jam-jam sibuk. Cara ini sangat sesuai diterapkan dalam situasi-situasi dengan beban kerja yang berfluktuasi. Pegawai yang menerapkan waktu lentur bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan tugas-tugas mereka dengan pegawai lainnya dan karenanya lebih memiliki tanggung jawab dan otonomi. Tetapi, perusahaan-perusahaan yang bergantung pada pekerjaan-pekerjaan lini perakitan biasanya tidak cocok dengan pengaturan waktu perorangan seperti ini.23
Pengaturan waktu lentur biasanya menetapkan bahwa para pegawai harus berada dikantor selama periode inti, yang sering sekitar empat jam dipertengahan hari, dan memperkenankan para para pegawai untuk memilih waktu awal dan akhir kerja.

TABEL 9-2 Pedoman pemerkayaan kerja
Prinsip Metode
1. Membentuk unit-unit kerja ilmiah Pembagian tugas atas dasar:
o Tingkat pelatihan / pengalaman pegawai
o Keberartian dan kadar pentingnya bagi karyawan
2. Mengkombinasi tugas-tugas Mendorong pengembangan beberapa keterampilan dengan mengkombinasikan sejumlah tugas yang telah terspesialisasi menjadi satu kesatuan tugas.
3. Menetapkan hubungan nasabah Menciptakan satu kesempatan bagi karyawan untuk berinteraksi dengan nasabah. Karyawan akan merasakan manfaatnya dari:
o Umpan balik langsung atas keluaran kerja mereka.
o Pengembangan keterampila antar pribadi dan peningkatan keyakinan diri.
o Peningkatan tanggung jawab dalam mengelola hubungan dengan nasabah
4. Meningkatkan otonomi pegawai Memberi tanggung jawab dan kendali besar kepada pegawai dengan memperkenankan mereka untuk:
o Menentukan metode kerja
o Menasehati dan melatih pegawai yang kurang berpengalaman
o Menjadwal kerja lembur
o Menetapkan preoritas kerja
o Mengtasi krisi mereka sendiri tanpa bergantung pada supervesior
o Mengendalikan aspek anggaran dari proyek mereka sendiri
5. Membuka saluran umpan balik Pegawai memperoleh umpan balik pada melaksaanakan tugas, dan bukan setelah itu. Umpan balik atas pekerjaan dapat berasal dari:
o Hubungan langsung dengan nasabah
o Tanggung jawab pegawai terhadap inspeksi pengendalian mutu
o Laporan-laporan berkala dan standar mengenai prestasi individu.
Sumber: J Richard Hackman, “Work Design” dalam J.Richard Hackman dan J.LIoyd Suttle, eds,,. Improving Life of work (Santa Monica, Calif: Good year,1977), hal.136-140.

E. Penggunaan perancangan ulang pekerjaan secara efektif
Pemekaran kerja dan pemerkayaan kerja pada dasarnya merupakan pendekatan yang relative masih baru dalam perancangan ulang pekerjaan, dan telah banyak pendekatan yang digunakan dalam merancang dan menerapkan program tersebut. Oleh sebab itu, beberapa inkonsistensi yang jelas tampak sebagai akibat dari program-program yang berbeda, kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan dalam pengembangan dan penerapannya.
Biaya perancangan dan penerapan program-program pemerkayaan pemerkayaan dan pemekaran pekerjaan boleh jadi akan sangat tinggi. Oleh sebab itu, pimpinan haruslah menimbang untung dan ruginya dengan seksama sebelum menerapkannya. Apabila dapat dipastikan bahwa kerugian perusahaan karena prestasi kerja yang jelek, kemangkiran, dan berhenti kerja lebih tinggi dari biaya yang diperlukan untuk menerapkan program perbaikan, maka ada gunanya untuk mulai menerapkan program seperti itu.
F. Pengorganisasian dan Struktur Organisasi
Menurut Dimock, organisasi adalah : “Organization is the systematic bringing together of interdependent part to form a unified whole through which authority, coordination and control may be exercised to achive a given purpose” (organisasi adalah perpaduan secara sistematis daripada bagian-bagian yang saling ketergantungan/berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan).
Istilah pengorganisasian (organizing) dan struktur keorganisasian (organizational structure) sering kali kita gunakan. Kedua istilah tersebut berulang kali akan kita jumpai dalam membahas aneka macam aspek teori organisasi. Untuk itu, baiklah kita pelajari arti dan makna kedua konsep tersebut. Dalam arti yang paling luas, pengorganisasian (organizing) dapat dinyatakan sebagai proses, yaitu diupayakan agar struktur sesuatu organisasi tertentu, cocok dengan sasaran-sasarannya, sumber dayanya, dan lingkungannya.
Struktur keorganisasian (organizational structure) dapat dirumuskan sebagai pengaturan dan antar hubungan bagian-bagian komponen dan posisi-posisi suatu perusahaan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa struktur suatu organisasi menspesifikasi aktifitas-aktifitas kerja. Ditunjukan pula olehnya bagaimana berbagai fungsi atau aktifitas-aktifitas yang berbeda berkaitan satu sama lain. Hingga tingkat tertentu, ia juga menunjukan tingkat spesialisasi aktifitas-aktifitas pekerjaan. Juga ditunjukan olehnya, hirarki organisasi yang bersangkutan, struktur otoritas, dan hubungan-hubungan atasan bawahan.
Struktur keorganisasian memberikan stabilitas dan kontinuitas. Hal ini memungkinkan organisasi yang bersangkutan menghadapi keluar masuknya individu-individu dan mengordinasi aktifitas-aktifitasnya dengan lingkungannya.
G. Faktor-faktor penentu struktur organisasi
Empat faktor utama dari struktur organisasi adalah : Strategi, atau rencana untuk mencapai tujuan perusahaan ; teknologi yang digunakan untuk melaksanakan strategi; orang-orang yang dipekerjakan pada semua tingkat dan fungsinya ; dan ukuran organisasi secara keseluruhan.
Strategi dan struktur organisasi: Apabila para penulisan manajemen seperti Alfred D.Chandler menggunakan ungkapan “struktur mengikuti strategi” yang mereka maksudkan adalah misi dan tujuan menyeluruh suatu organisasi akan membantu penyusunan rancanganya.28 Hubungan yang erat antara strategi dan struktur organisasi telah ditujukan dalam studi klasik yang dilakukan oleh Chandler, beliau menyimpulkan bahwa perubahan-perubahan dalam strategi perusahaan didahului oleh dan mengakibatkan perubahan rancang bangun organisasi.
Teknologi sebagai faktor penentu struktur. Bentuk teknologi yang digunakan oleh suatu organisasi tertentu untuk menghasilkan produknyajuga mempengaruhi cara pengaturan organisasi. Teknologi juga mempengaruhi koordinasi, tingkat pengambilan keputusan, dan ukuran unit-unit organisasi. Teknologi yang menghasilkan produk untuk memenuhi permintaan pelanggan yang berubah dengan cepat, seperti dalam pakaian mode, dianggap memiliki tingkat standarisasi dan spesifikasi yang rendah.
Manusia sebagai faktor penentu struktur. Orang-orang yang terlibat dalam aktivitas suatu organisasi akan mempengaruhi struktur organisasi tersebut. Di samping itu, orang-orang di luar organisasi bisa mempengaruhi struktur organisasi, karena organisasi harus menyediakan mekanisme bagi interaksi regular dengan nasabah atau pelanggan, pemasok, dan berbagai pihak lainya dari lingkungan luar.
Ukuran dan struktur. Baik ukuran organisasi secara keseluruhan maupun ukuran sub-sub unitnya akan mempengaruhi struktur. Organisasi yang lebih besar cenderung memiliki spesialisasi aktivitas yang lebih luas dan prosedur yang lebih formal. Chandler menyatakan bahwa bila ukuran organisasi membesar, akan dicapai suatu titik di mana mereka terpaksa untuk mendesentralisasikan dan mengembangkan berbagai mekanisme formal yang lebih banyak lagi untuk mengkoordinasikan aktivitas-aktivitasnya.
H. Pendepartemenan
Setelah pekerjaan dispesifikkan, maka kemudian pekerjaan-pekerjaan tersebut dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu yang sejenis. Pengelompokan Pekerjaan atau Departementalisasi pada dasarnya adalah Proses pengelompokkan dan penamaan bagian atau kelompok pekerjaan berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh, untuk bisnis restoran : pencatatan menu, pemberitahuan menu kepada bagian dapur, hingga pengiriman makanan dari bagian dapur kepada pelanggan di meja makan dapat dikelompokkan menjadi satu departemen tertentu, katakanlah bagian Pelayan.
I. Bagan Organisasi
Bagan organisasi mengambarkan lima aspek struktur organisasi yang utama. Dalam mengambarkan hal itu, bagan organisasi juga menyampaikan informasi tentang unsur-unsur struktur yang diuraikan diatas.
1) Pembagian kerja. Setiap kotak mewakili tanggung jawab seseorang atau sub unit untuk bagian tertentu dari beban organisasi.
2) Manajer dan bawahan. Garis tebal menunjukkan bagian komando.
3) Jenis kerja yang dilaksanakan. Label atau uraian kotak-kotak menunjukkan tugas-tugas kerja organisasi atau bidang-bidang tanggung jawab yang berbeda-beda.
4) Pengelompokan bagian-bagian kerja. Keseluruhan bagan menunjukkan dasar pembagian aktivitas organisasi- misalnya, atas dasar fungsional atau wilayah.
5) Tingkat manajemen. Sebuah bagan tidak hanya menunjukkan manajer dan bawahan secara perorangan tetapi juga hierarki pimpinan secara keseluruhan. Semua orang yang melapor kepada orang yang sama berada pada tingkat manajemen yang sama, tidak jadi soal di mana kemunculan mereka pada bagan.
Sampai sejauh mana pekerjaan dalam organisasi dispesialisasikan dapat diperkirakan dengan membaca label yang menunjukkan tugas-tugas kerja yang berbeda-beda dan dengan melihat sejauh mana pengelompokan tugas-tugas tersebut. Garis- garis memperlihatkan garis komando menunjukkan salah satu alat koordinasi yang pokok dalam suatu organisasi. Bahkan melalui bagan strukturnya dimungkinkan untuk menilai ukuran organisasi. Tetapi meskipun bagan organisasi membuat petunjuk-petunjuk yang berguna, masih dimungkinkan timbulnya gambaran yang tidak akurat bila tidak ada informasi.30
Manfaat dan kelemahan bagan organisasi telah lama menjadi subyek perdebatan diantara para penulis manajemen.31 Salah satu manfaatnya adalah bahwa para pegawai dan yang lain-lain memiliki gambaran tentang struktur organisasi. Pimpinan, bawahan, dan tanggung jawab digambarkan. Di samping itu, apabila seseorang diperlukan untuk menangani suatu masalah khusus, bagan akan menunjukkan dimana orang tersebut bisa ditemukan.
Kelemahan bagan organisasi yang utama adalah bahwa terdapat banyak hal yang samara tau tidak terlihat. Sedangkan contih bagan organisasi tidak menunjukkan hubungan dan saluran komunikasi informal dalam organisasi, yang tanpa hal-hal itu organisasi tidak dapat berfungsi secara efisien. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat diperkecil apabila bagan hanya digunakan untuk tujuan yang diinginkan mengunakan kerangka dasar organisasi.
J. Struktur Organisasi Formal
Suatu departemen organisasi secara formal dapat distruktur menurut tiga cara: berdasarkan fungsi, berdasarkan produksi/pasar, atau dalam bentuk matriks.
Struktur organisasi berdasarkan fungsi menghimpun semua orang uang terlibat dalam suatu aktivitas atau beberapa aktivitas yang berkaitan dalam suatu departeman.sebagai contoh,organisasi yang dibagi menurut fungsi dapat memiliki departemen-departemen, produksi, pemasaran, dan penjualan yang terpisah.
Organisasi yang berdasarkan produk/pasar, sering dipandang sebagai organisasi menurut devisi, yang menghimpun dalam suatu unit kerja semua orang yang terlibat dalam produksi dan pemasaran suatu produk dan atau sekelompok produk yang berkitan dengan pemasaran suatu wilayah tertentu.atau pengelompokan pegawai yang menangani suatu jenis pekangan tertentu. Sebagai contoh sebuah organisasi dapat terdiri dari devisi-devisi kimia,sabun dan kosmetik.
Dalam organisasi matrixs terdapat dua Janis desain sekaligus. Departemen-departemen fungsional permanent memiliki wewenang atas standar prestasi dan professional unitnya, sedangkan tim proyek dibentuk sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan program-program tertentu. Struktur matrix tidak sering ditemukan dalam organisasi dibandingkan dengan struktur-struktur fungsional dan produk/pasar22. Contoh bagan organisasi formal:





Organisasi Fungsional
James A.F. Stoner dan R. Edward Freeman, sebuah organisasi fungsional merupakan sebuah bentuk departemensasi. Setiap orang terlibat dalam sebuah kegiatan fungsional, seperti kegiatan pemasaran atau keuangan, yang dikelompokkan ke dalam satu unit.
Organisasi fungsional merupakan bentuk departementasi yang paling mendasar serta yang paling logis, yang menawarkan asortimen produk terbatas. Hal itu karena sumber-sumber daya terspesialisasi dimanfaatkannya secara efisien.
Kelebihan Struktur Organisasi Fungsional:
 Paling sesuai untuk lingkungan yang stabil
 Dapat mencapai skala ekonomis pada masing-masing bagian.
 Merangsang berkembangnya keterampilan yang bersifat fungsional.
 Sesuai untuk organisasi berukuran kecil sampai sedang.
 Baik bagi organisasi yang menghasilkan satu atau sejumlah kecil jenis produk.
Kekurangan Struktur Organisasi Fungsional:
 Respon organisasi terhadap perubahan kondisi lingkungan agak lambat.
 Pengambilan keputusan menumpuk pada puncak organisasi.
 Koordinasi antar bagian / fungsi tidak terlalu baik.
 Inovasi terbatas
 Pandangan terhadap sasaran organisasi agak terbatas, anggota organisasi cenderung hanya memperhatikan sasaran bagiannya sendiri.
Di dalam sebuah struktur organisasi tidak terlepas dari prinsip-prinsip organisasi. Salah satunya A.M. Williams yang mengemukakan pendapatnya cukup lengkap dalam bukunya “Organization of Canadian Government Administration” (1965), bahwa prinsip-prinsip organisasi meliputi :
1) Prinsip bahwa Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas,
2) Prinsip Skala Hirarkhi,
3) Prinsip Kesatuan Perintah,
4) Prinsip Pendelegasian Wewenang,
5) Prinsip Pertanggungjawaban,
6) Prinsip Pembagian Pekerjaan,
7) Prinsip Rentang Pengendalian,
8) Prinsip Fungsional,
9) Prinsip Pemisahan,
10) Prinsip Keseimbangan,
11) Prinsip Fleksibilitas,
12) Prinsip Kepemimpinan.
1). Organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan yang ingin dicapai, dengan demikian tidak mungkin suatu organisasi tanpa adanya tujuan. Misalnya, organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas sebagai suatu organisasi, mempunyai tujuan yang ingin dicapai antara lain, memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan lain lain.
2) .Dalam suatu organisasi harus ada garis kewenangan yang jelas dari pimpinan, pembantu pimpinan sampai pelaksana, sehingga dapat mempertegas dalam pendelegasian wewenang dan pertanggungjawaban, dan akan menunjang efektivitas jalannya organisasi secara keseluruhan.
3). Dalam hal ini, seseorang hanya menerima perintah atau bertanggung jawab kepada seorang atasan saja.
4) .Seorang pemimpin mempunyai kemampuan terbatas dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga perlu dilakukan pendelegasian wewenang kepada bawahannya. Pejabat yang diberi wewenang harus dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan. Dalam pendelegasian, wewenang yang dilimpahkan meliputi kewenangan dalam pengambilan keputusan, melakukan hubungan dengan orang lain, dan mengadakan tindakan tanpa minta persetujuan lebih dahulu kepada atasannya lagi.
5) .Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai harus bertanggung jawab sepenuhnya kepada atasan.
6) .Suatu organisasi, untuk mencapai tujuannya, melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Agar kegiatan tersebut dapat berjalan optimal maka dilakukan pembagian tugas/pekerjaan yang didasarkan kepada kemampuan dan keahlian dari masing-masing pegawai. Adanya kejelasan dalam pembagian tugas, akan memperjelas dalam pendelegasian wewenang, pertanggungjawaban, serta menunjang efektivitas jalannya organisasi.
7) .Artinya bahwa jumlah bawahan atau staf yang harus dikendalikan oleh seorang atasan perlu dibatasi secara rasional. Rentang kendali ini sesuai dengan bentuk dan tipe organisasi, semakin besar suatu organisasi dengan jumlah pegawai yang cukup banyak, semakin kompleks rentang pengendaliannya.
8) .Bahwa seorang pegawai dalam suatu organisasi secara fungsional harus jelas tugas dan wewenangnya, kegiatannya, hubungan kerja, serta tanggung jawab dari pekerjaannya.
9) .Bahwa beban tugas pekerjaan seseorang tidak dapat dibebankan tanggung jawabnya kepada orang lain.
10). Keseimbangan antara struktur organisasi yang efektif dengan tujuan organisasi. Dalam hal ini, penyusunan struktur organisasi harus sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan organisasi tersebut akan diwujudkan melalui aktivitas/ kegiatan yang akan dilakukan. Organisasi yang aktivitasnya sederhana (tidak kompleks) contoh ‘koperasi di suatu desa terpencil’, struktur organisasinya akan berbeda dengan organisasi koperasi yang ada di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
11) .Organisasi harus senantiasa melakukan pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan dinamika organisasi sendiri (internal factor) dan juga karena adanya pengaruh di luar organisasi (external factor), sehingga organisasi mampu menjalankan fungsi dalam mencapai tujuannya.
12) .Dalam organisasi apapun bentuknya diperlukan adanya kepemimpinan, atau dengan kata lain organisasi mampu menjalankan aktivitasnya karena adanya proses kepemimpinan yang digerakan oleh pemimpin organisasi tersebut. Contoh bagannya:




 Organisasi Produk
Kelebihannya:
 Paling sesuai untuk lingkungan yang tidak stabil dengan perubahan cepat.
 Penanggung jawab produk jelas.
 Koordinasi antar fungsi baik.
 Mudah beradaptasi dengan tuntutan luar.
 Sesuai untuk organisasi berukuran besar.
 Baik bagi organisasi yang menghasilkan banyak jenis produk.
Kekurangannya:
 Tidak mampu mencapai efisiensi ekonomis
 Koordinasi antar produk sulit
 Keahlian teknis hilang karena tidak ada spesialisasi fungsional.
 Integrasi ataupun standardisasi antar produk sulit tercapai.
Contoh Baganya:


Organisasi Matrixs
Kelebihannya:
 Mampu mencapai tingkat koordinasi yang diperlukan untuk menjawab tuntutan “ganda” lingkungan.
 Dapat memanfaatkan karyawan secara fleksibel.
 Sesuai untuk pengambilan keputusan yang sifatnya rumit serta lingkungan yang tidak stabil.
 Sangat sesuai untuk organisasi ukuran sedang
Kekurangannya:
 Adanya wewenang ganda menyebabkan munculnya kebingungan.
 Menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi.
 Hanya bisa berjalan jika hubungan bersifat kolegial bukan vertikal.
Contoh Bagannya:











K. Studi Kasus

STRUKTUR ORGANISASI BIROKRASI DAERAH YANG IDEAL
BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 8 TAHUN 2003
TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

Otonomi daerah yang saat ini diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, selain membuka saluran kreativitas dan optimalisasi daerah, juga berdampak kepada persepsi yang keliru tentang otonomi daerah itu sendiri. Hal tersebut pernah dikemukakan oleh dikemukakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) pada era pemerintahan Presiden Megawati, H Feisal Tamin, pada Rapat Koordinasi PAN Nasional (Rakorpannas) di Jakarta (12/2/2003).
Persepsi yang keliru terhadap birokrasi daerah mengakibatkan berbagai gejala yang tidak kondusif, seperti antara lain timbulnya politisasi jabatan, birokrasi etnik lokal yang eksklusif, dan pembengkakan struktur organisasi pemerintah daerah (pemda). Feisal mengungkapkan, berbagai jabatan strategis di daerah dipercayakan kepada figur-figur yang memiliki kedekatan dengan kekuatan politik setempat tanpa memperhitungkan aspek latar belakang pengalaman, pendidikan dan latihan, serta kecakapan manajerial dan teknis yang sesuai. (Kompas, 13 Februari 2003).
Otonomi adalah penyerahan kewenangan dari pusat ke daerah. Sebagaimana dikemukakan Arbi Sanit yang mengacu pada konsideran UU Pemerintah Daerah, bahwa Otonomi daerah adalah desentralisasi kewenangan dari pusat kepada daerah yang menekankan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan. (Arbi Sanit, 2003 :1)
Lebih jauh Andrik Purwasito berpendapat bahwa otonomi daerah sangat berkaitan dengan kebijakan desentralisasi. Ia mengatakan bahwa kebijakan desentralisasi merupakan suatu keharusan untuk memaksimalkan pengelolaan daerah, secara politik dan ekonomi, maupun sosial-budaya, yang merupakan bagian vital dari pencapaian tujuan suatu negara. Semangat melakukan reformasi dari kebijakan sentralisasi dan desentralisasi, adalah suatu perspektif kompleks yang mendasarkan atas pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain, yang memungkinkan daerah mampu melaksanakan penyelenggaraanpemerintahannya sendiri secara adil dan sejahtera (Andrik Purwasito, 2001 : 12-13).
Otonomi daerah telah mengakibatkan perubahan kewenangan pemerintah pusat dan daerah, yang berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dan struktur organisasi yang mewadahinya. Dalam era transisi ini, Departemen Dalam Negeri akan terus berusaha untuk memperbaiki manajemen pemerintahan dengan melibatkan unsur Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota khususnya dalam penataan organisasi perangkat daerah sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Derah.
Selama ini, penyusunan organisasi pemerintah daerah lebih banyak dilakukan berdasarkan kepentingan birokrasi, belum merefleksikan kepentingan masyarakat. Organisasi dibentuk bukan sebagai wadah dan sistem kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara lebih efektif dan efisien, melainkan untuk menampung orang atau pejabat. Dengan demikian, prinsipnya organisasi untuk penempatan orang, bukan orang ditempatkan untuk mengisi organisasi. Gejala semacam itu sudah berjalan sangat lama dan menjadi semakin meluas seiring dengan era desentralisasi. Hal tersebut pada gilirannya mendorong pemerintah daerah membentuk organisasi yang besar dan berjenjang banyak.
Bentuk dan susunan organisasi pemerintah daerah yang tambun dan tidak relevan dengan kebutuhan dasar dan kebutuhan pengembangan masyarakat daerah, akan menimbulkan inefisiensi, baik tenaga, pemikiran dan terutama dana publik milik masyarakat. Sebagian besar APBD akan habis untuk kepentingan birokrasi. Demi pencapaian tujuan dengan efektif dan efisien pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
Dalam merespon PP tersebut, banyak pemerintah daerah yang belum menyambutnya dengan positif. Sebagai contoh Kota Surakarta, struktur organisasinya masih berdasarkan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2001 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOT) Perangkat Daerah, memiliki 15 dinas dan 13 lembaga teknis daerah. Dalam berbagai hal, khususnya dalam hal teknis, sering terjadi tarik-menarik kewenangan yang selain membuat bingung masyarakat, hal tersebut juga mengakibatkan inefisiensi pelayanan publik dan terkadang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, akibat perebutan lahan basah. Sedangkan untuk merubah SOT berdasarkan PP No. 8 tahun 2003 membutuhkan banyak hal penyesuaian. Oleh karena itu, bagaimanakah sebenarnya PP No. 8 tahun 2003 mengatur tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOT) Perangkat Daerah?
Struktur organisasi birokrasi daerah yang ideal berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
Dalam rangka mewujudkan organisasi perangkat daerah yang ideal secara teoritik dan konseptual tersebut, PP nomor 8 tahun 2003 secara konkret menggunakan pendekatan kewenangan wajib, sebagaimana diatur dalam Pemerintah Daerah. Pendekatan ini digunakan dalam rangka mengukur urgensi pembentukan organisasi perangkat daerah yang diarahkan semaksimal mungkin mendekati kebutuhan nyata secara rasional obyektif.
Berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Daerah, bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah, kabupaten dan kota meliputi; pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri, perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Tujuan kuantitatif restrukturisasi organisasi perangkat Daerah berdasarkan PP 8 tahun 2003 adalah pengurangan jumlah Dinas dan jumlah pembidangan dalam satu Dinas. Rasionalisasi jumlah Dinas dan LPTD dengan demikian menjadi tujuan terpenting PP 8 tahun 2003. Dalam lini terdepan, proses rasionalisasi dan restrukturisasi ini harus memiliki grand guideline yang dapat memberikan arahan bagi tercapainya tujuan otonomi organisasi. Postulat yang harus dibangun adalah sejauh mana keterkaitan antara tugas/fungsi yang harus dilaksanakan dengan struktur organisasi perangkat yang akan dibangun.
Pertanyaan yang harus dijawab adalah mengapa sebuah tugas dalam suatu kewenangan harus dikerjakan, dan apa tujuan yang akan dicapai. Penyusunan organisasi perangkat pemerintah daerah dengan demikian harus berorientasi pada struktur satuan kerja suatu tugas. Jumlah dan besarnya sebuah dinas harus dibangun untuk menghindari biaya koordinasi yang tinggi. Proses kerja harus diintegrasikan dan dikoordinasi-kan sedemikian rupa, sehingga jumlah dan besaran unit organisasi dapat dapat diminimalisasi. Organisasi perangkat daerah yang berbasis kepada tujuan tugas dan proses kerja harus berdasarkan pada analisis tugas yang akan dilaksanakan.
Dalam hal ini tugas-tugas yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dapat dibagi atas: Tugas-tugas yang berbasis lini, tugas staf, tugas yang berbasis kelompok kerja, tugas yang bersifat khusus, dan tugas-tugas organisasi yang berbasis projek. Bidang atau Pembidangan pada dasarnya merupakan pengelompokan tugas/fungsi. Sub bidang hanya dapat dibuat, jika tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh satu bidang menuntut pembuatan sub bidang, dan jika pengelempokan tugas yang homogon dalam satu bidang sangat dibutuhkan.
Berikut ini adalah ilustrasi bagan struktur organisasi Kabupaten/Kota menurut PP 8/2003 beserta perbandingan nomenklatur dan eselonisasinya.

1.













2.












3.







4.






Sedemikian banyak penyakit birokrasi yang diwariskan kepada pemerintah daerah, sehingga diperlukan pembenahan secara mendasar dan berkelanjutan. Untuk kepentingan tersebut, perlu dibuat grand stra-tegy dengan dukungan politik dan kepemimpinan nasional yang visioner. Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah merupakan salah satu langkah penting sebagai penyejuk di tengah struktur penataan birokrasi daerah yang tidak efisien. PP tersebut sudah mendorong pemerintah daerah untuk menyusun organisasinya secara lebih logis, rasional, serta efisien
BAB III
KESIMPULAN
Pengorganisasian (Organizing) adalah proses pengaturan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan memperhatikan lingkungan yang ada. Struktur Organisasi adalah susunan dan hubungan-hubungan antar komponen bagian-bagian dan posisi-posisi dalam suatu perusahaan .
Fungsi-fungsi pekerjaan para karyawan perlu dibagi-bagi antara mereka dan dikombinasi dengan cara-cara yang logis. Para pekerja yang mempunyai fungsi-fungsi yang berkaitan satu sama lain, biasanya berkecimpung dalam bidang kerja yang sama. Mereka pun merupakan sebuah unit kerja. Efisiensi arus pekerjaan tergantung pada integrasi secara berhasil dari berbagai macam unit didalam organisasi yang bersangkutan. Pembagian kerja dan kombinasi-kombinasi tugas-tugas secara logis menyebabkan timbulnya struktur-struktur departemen logis dan struktur-struktur subunit-subunit. Sewaktu sebuah perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah unit-unit kerja dan subunit-subunit bertamabah, dan lapisan-lapisan supervise ditambahkan. Para manajer dan para bawahan makin dipisahkan dari hasil akhir kegiatan-kegiatan mereka. Maka, mereka memerlukan suatu gambaran yang jelas tentang bagaimana aktifitas-aktifitas dapat disesuaikan dengan gambaran besar.
Lima macam aspek pokok dari struktur keorganisasian
a. Pembagian kerja, masing-masing kotak mewakili seorang individu, atau subunit yang bertanggung jawab tehadap bagian tertentu dari beban kerja organisasi yang bersangkutan.
b. Para manajer dan pihak bawahan, garis-garis pada peta organisasi menunjukan rantai komando (siapa yang bertanggung jawab terhadap siapa-siapa bawahan dan siapa-siapa atasan).
c. Tipe pekerjaan yang sedang dilaksanakan, lebel-lebel atau deskripsi-deskrpsi untuk kotak-kotak yang ada menunjukan tugas-tugas kerja organisasi tersebut yang berbeda-beda atau bidang-bidang tanggung jawab.
d. Pengelompokan segmen-segmen pekerjaan, Seluruh peta menunjukkan berlandaskan-berlandaskan apa, aktivitas-aktivitas organisasi yang bersangkutan dipisah-pisahkan (Misalkan, berdasarkan landasan fungsional atau landasan regional).
e. Tingkat-tingkat manajemen, Sebuah peta menunjukan bukan saja manager-manager individual dan pihak bawahan, tetapi pula disajikan olehnya seluruh hierarki manajemen. Semua orang yang merupakan bawahan individu yang sama berada pada tingkat manajemen sama, terlepas dari apakah mereka muncul atau tidak pada peta yang ada.
Struktur Keorganisasian
departemen suatu organisasi secara formal dapat distruktur berdasrkan tiga macam cara, yakni distrukturkan dalam :
• Fungsi
• Produk/Pasar
• Bentuk Matriks
Organisasi-organisasi yang distruktur berdasrkan fungsi menyatukan dalam suatu departemen, semua pihak yang terlibat pada aktivitas tertentu atau berbagai macam aktivitas yang berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh, dapat dikatakan bahwa sebuah organisasi yang dibagi berdasarkan fungsi memiliki departemen produksi, departemen pemasaran, dan departemen penjualan secara terpisah. Seorang menejer penjualan pada organisasi demikian diberi tanggung jawab terhadap penjualan semua produk yang diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan.
Organisasi yang distruktur berdasarkan produk produk atau pasar, yang sering pula dinamakan orang organisasi berdasarkan devisi, menyatukan dalam semua unit kerja, semua pihak yang terlibat dalam bidang produksi dan pemasaran sesuatu produk, atau kelompok produk yang berkaitan satu sama lain. Ini disatukan pada wilayah geografis tertentu atau yang berhubungan dengan tipe pelanggan tertentu. Sebagai contoh, dapat terlihat bahwa organisasi yang bersangkutan mencakup devisi-devisi kimia, deterjen dan kosmetik yang terpisah. Masing-masing pimpinan devisi bertanggung jawab terhadap produksi, pemasaran, dan aktivitas-aktivitas penjualan seluruh unitnya.
Pada organisasi matriks, terdapat dua macan tipe desain secara simultan. Departemen-departemen fungsi permanent, memiliki otoritas bagi performa, dan standar-standar professional unit-unit mereka. Diciptakan pula tim-tim proyek sesuai kebutuhan untuk melaksanakan program-program spesifik. Anggota-anggota tim tersebut diambil dari berbagai departemen fungsional, Mereka bertanggung jawab terhadap seorang menejer proyek. Menejer proyek bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap hasil pekerjaan tim tersebut.
Banyak perusahaan yang memproduksi pesawat-pesawat terbang, yang mengandalakan diri pada pekerjaan kontrak, memanfaatkan metrics demikian. Ketiga macam tipe desain organisasi memiliki keuntungan maupun kerugian.


L. Daftatar Pustaka
1. AM. Willms (1965), Organization of Canadian Government Administration, Ottawa.
2. Arbi Sanit. 2003. Otonomi Daerah versus Pemberdayaan Masyarakat Sipil. Surakarta: Mitra Parlemen.
3. Agus Dwiyanto. dkk 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, UGM.
4. Ernest Dale, Organization (New York: American Management Association, 1967),hal.9 kelima tahap yang kita bicarakan merupakan perluasan dari tiga tahap yang diungkapkan oleh Dale.
5. Adam Smith, Wealth of nations (New York: modern Library, 1937; semula diterbitkan pada tahun 1776), hal. 3-4.
6. Karl Marx dan Fredrich Engels, The German Ideology, Bagian I, diedit oleh cJ. Arthur (New York: International publishers, 1970; semula diterbitkan pada tahun 1846), hal.53
7. Emile Durkheim, The Division of labour in society (New York: Macmillan,1933;semula diterbitkan pada tahun 1893).
8. J Richard Hackman, “Work Design” dalam Hackman dan suttle, eds, Improving life at work (santa monica, calif : goodyear,1971), Gambar 3-4 hal.129.
9. J. Richard Hackman, Work Design, dalam heckman dan suttle, eds, Improving Life at Work, hal, 128-130.
10. Gerald R Salacik dan Jeffry A Pieffer, A Social information Proccesing Approach to job Attitudes and task Design, Administrative Science Quarterly 23 no.2 (Juni 1978):224-253.
11. Joe Thomas and Ricky Griffin, The social Information processing model of task design, Academy of management review 8 no.4 (Oktober 1983):672-683.
12. Gerald R ferris, The influence of leadership on perceptions of job Autonomy” journal of psychology 114, no.2 (juli 1983):253-158.
13. Norman D Kurland, “ Training on a chip,”Pc, 13 November 1984, hal.9)
14. Prof. Dr. J. Winardi, S.E, Teori Organisasi dan Keorganisasian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
15. Chris Argyri, Personality and Organization (New York Harper & Brothers, 1957).
16. Frederick Herzberg, Bernard Mestener, dan Barbara Snyderman, The motivation to work, edisi ke-2 (New York: Wiley,1959)
17. Yayat Hayati Djatmiko (2002), Perilaku Organisasi, Alfabeta- Bandung
18. Charles L Hulin dan Milton R blood, “ Job Enlargement , individual Differences, and worker responses,” Psychological Bulletin 69,no.1 (1968):41-53.
19. Riva poer, four days, Fourty Hours (Cambridge, Mass. : Brusk and pooer,1970).
20. Robert H miles, macro Organizationl Behaviour (Santa Monica, calif: Good year,1980)hal.17.
21. Sadu Wastiono. 2003 .artikel, PP No. 8/2003: Dilema Upaya Efisiensi Birokrasi Daerah
22. Henry Mitzelberg, The Structuring Of Organizations (Englewood Cliffs, NJ. : Prentice-Hall, 1979).hal.7, 185-186.
23. Robert Townsend, Fruther up the organization (New York: knopf, 1984).hal.159.
24. Irfan Islamy. 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
25. www.lfip.org/.../Struktur%20Ketatanegaraan%20RI%20-%20Jimly%20Asshiddiqie diakses 01 Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar