DAMPAK PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR YANG BERBASIS MASYARAKAT UNTUK MENUNJANG PEMBANGUNAN DAERAH
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara bahari dan kepulauan (Archipelagic state) terbesar di dunia, yang terdiridari 17.508 pulau serta memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km. Dengan garis pantai yang panjang ini, maka Indonesia menempati negara kedua yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada. Dengan garis pantai sepanjang ini, wilayah pesisir Indonesia (termasuk perairan dan daratan) mencakup daerah yang sangat luas..
Wilayah pesisir (coastal zone) Indonesia yang luas mengandung sumberdaya alam (di wilayah pesisir) yang kaya dan sangat beragam mulai dari sumberdaya yang dapat pulih (seperti perikanan dan hutan bakau) sampai sumberdaya yang tidak dapat pulih (seperti minyak dan gas serta mineral lainnya). Selain itu, wilayah pesisir juga menjadi pusat pengembangan kegiatan industri, pelabuhan dan pelayaran, pariwisata, agribisnis, pemukiman dan penampungan limbah secara gratis dari segenap aktivitas manusia, baik yang berada di dalam sistem wilayah pesisir maupun yang berada di luarnya (lahan atas dan laut lepas).
Program pembangunan ekonomi Indonesia dalam PJP II, menempatkan sumberdaya pesisir dan laut menjadi salah satu tumpuan bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi (sustainable economic development) Indonesia. Hal ini dapat dipahami dengan dua alasan utama, yaitu (1) pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat dan (2) kenyataan yang menunjukkan bahwa sumberdaya alam di lahan atas (uptand resources) semakin menipis atau sulit untuk dikembangkan.
Pengalaman membangun sumberdaya pesisir dan laut dalam kurun PJP I selain telah menghasilkan berbagai keberhasilan, juga telah menimbulkan berbagai permasalahan ekologis dan sosial-ekonomis yang justru dapat mengancam kesinambungan pembangunan nasional. Secara ekologis, banyak kawasan pesisir dan laut, terutama di Pesisir Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Bali, dan Ujung Pandang, telah terancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity)-nya akibat pencemaran, degradasi fisik habitat over-eksploitasi sumberdaya alam, dan konflik penggunaan lahan (ruang) pembangunan. Secara sosial-ekonomis, sebagian besar penduduk pesisir masih merupakan kelompok sosial termiskin di tanah air, dan kesenjangan pembangunan antar wilayah masih sangat besar.
Salah satu penyebab berbagai permasalahan yang mengancam keseimbangan pembangunan wilayah pesisir adalah karena selama ini pola pemanfaatan sumberdaya dilakukan secara sektoral. Pengelolaan sektoral telah terbukti kurang efektif dalam menangani kompleksitas permasalahan pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana memberikan perhatian yanq lebih mendalam dan menyeluruh mengenai sistem sumberdaya pesisir yang unik, serta kapasitas keberlanjutannya bagi berbagai macam kegiatan manusia.
2. Apa upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalisasi pemanfaatan serta neka (ganda) dari sistem ekosistem pesisir serta seluruh sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya dengan memperhatikan atau mengintegrasikan segenap informasi ekologis, ekonomis, sosial-budaya dan hukum kelembagaan.
3. Bagaimana cara meningkatkan pendekatan interdisipliner dan koordinasi serta kerjasama intersektoral dalam mengatasi permasalahan pembangunan yang kompleks, kemudian memformulasikan strategi bagi perluasan dan diversifikasi berbagai kegiatan ekonomi.
4. Apa upaya yang harus dilakukan untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas investasi kapital pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, di bidang ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup.
C. Landasan Teori
Pengertian dan Definisi Wilayah Pesisir
Perairan pesisir adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas darat dapat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut, seperti angin laut, pasang surut, dan intrusi air laut. Ke arah laut, perairan pesisir mencakup bagian batas terluar dari daerah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar.
Definisi wilayah seperti diatas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem perairan pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi. Selain mempunyai potensi besar wilayah pesisir juga merupakan ekosistem yang mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan terhadap ekosistem perairan pesisir (Dahuri et al., 1996).
Menurut Dahuri et al. (1996), hingga saat ini masih belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus garis pantai (cross shore). Untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir ditetapkan dalam dua macam, yaitu wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-to-day management).
Batas wilayah perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan dimana terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di wilayah pesisir dan lautan, sehingga batas wilayah perencanaan lebih luas dari wilayah pengaturan. Dalam day-to-day management, pemerintah atau pihak pengelola memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak izin kegiatan pembangunan. Sementara itu, bila kewenangan semacam ini berada di luar batas wilayah pengaturan (regulation zone), maka akan menjadi tanggung jawab bersama antara instansi pengelola wilayah pesisir dalam regulation zone dengan instansi/lembaga yang mengelola daerah hulu atau laut lepas
Peran Sektor Kelautan dalam Pembangunan
Sektor kelautan mulai diperhatikan oleh pemerintah dalam pembangunan, sejak PELITA VI rejim Orde Baru. Sebelum itu pemerintah lebih memperhatikan eksploitasi sumberdaya daratan, karena pada masa tersebut daratan masih mempunyai potensi yang sangat besar, terutama hutan. Namun setelah hutan ditebang habis dan sumber minyak dan gas bumi baru sulit ditemukan di daratan, maka barulah pemerintah Orde Baru mulai berpaling kepada sektor kelautan. Potensi kelautan Indonesia sangat besar dan beragam, yakni memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau sebesar 70% dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dari besarnya keanekaragaman hayati, potensi budidaya perikanan pantai, laut dan pariwisata bahari.
Tetapi sayangnya baru sebagian kecil saja potensi yang dimanfaatkan. Menurut Budiharsono (2001), rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan yang sedemikian besar terutama disebabkan oleh: (1) pemerintah dan masyarakat masih mengutamakan eksploitasi daratan; (2) teknologi eksploitasi dan eksplorasi lautan memerlukan tingkat teknologi yang tinggi; (3) kualitas sumberdaya manusia yang terlibat dalam sektor kelautan relatif masih rendah, khususnya di perikanan tangkap; (4) introduksi teknologi baru dalam perikanan tangkap, tidak terjangkau oleh nelayan yang kondisi sosial ekonominya rendah; dan (5) sistem kelembagaan yang ada belum mendukung pada pengembangan sektor kelautan. Rendahnya pemanfaatan sektor kelautan tersebut tercermin dari rendahnya sumbangan sektor kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas harga konstan 1993, yaitu pada tahun 1995 baru sebesar 12,83% (Budiharsono dan Kusumastanto, 1999 dalam Budiharsono , 2001).
Wilayah Pesisir sebagai Kawasan Strategis/Andalan
Dalam kacamata ekonomi wilayah, berbagai kawasan pesisir yang memiliki posisi strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi disebut memiliki locational rent yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan pesisir, selain ditentukan oleh rent lokasi (locational rent), setidak-tidaknya juga mengandung tiga unsur economic rent lainnya, yakni: ricardian rent, environmental rent dan social rent. Ricardian rent adalah rent berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumberdaya yang dimiliki untuk berbagai penggunaan aktivitas ekonomi, seperti kesesuaiannya (suitability) untuk berbagai aktivitas budidaya (tambak), kesesuaian fisik untuk pengembangan pelabuhan, dan sebagainya. Environmental rent kawasan kawasan pesisir adalah nilai atau fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di dalam keseimbangan lingkungan, sedangkan social rent menyangkut manfaat kawasan untuk berbagai fungsi sosial.
Berbagai nilai-nilai budaya masyarakat banyak yang menempatkan kawasan pesisir sebagai kawasan dengan fungsi-fungsi sosial tertentu (Rustiadi, 2001). Di dalam mekanisme pasar, pada umumnya hanya locational dan ricardian rent yang telah terinternalisasi di dalam struktur nilai pasar, akibatnya berbagai fungsi lingkungan dan sosial kawasan pesisir banyak mengalami degradasi dan tidak mendapat penilaian yang semestinya.
Peranan strategis wilayah pesisir hanya tercapai jika memenuhi
persyaratan-persyaratan berikut: (1) Basis ekonomi (economic base) wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources), (2) Memiliki keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan ke depan (forward lingkage) terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya di daerah yang bersangkutan secara signifikan sehingga perkembangan sektor basis dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektorsektor lainnya di daerah yang bersangkutan, (3) Efek ganda (multiplier effect) yang signifikan dari sektor basis dan sektor-sektor turunan dan penunjangnya dengan penciptaan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat (sektor rumah tangga), sector pemerintah lokal/daerah (sektor pajak/retribusi) dan PDRB wilayah, (4) Keterkaitan lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (inter and inter-regional interaction) akan lebih menjamin aliran alokasi dan distribusi sumberdaya yang efisien dan stabil sehingga menurunkan ketidakpastian (uncertainty), dan (5) Terjadinya learning process secara berkelanjutan yang mendorong terjadinya koreksi dan peningkatan secara terus menerus secara berkelanjutan.
Untuk mencapai pembangunan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara optimal, berkelanjutan dan andal, salah satu aspek yang sangat penting adalah aspek sosial, ekonomi dan budaya. Aspek ini mensyaratkan bahwa masyarakat pesisir sebagai pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan wilayah pesisir dan lautan harus mendapatkan manfaat terbesar dari kegiatan pembangunan tersebut. Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian besar keuntungan yang didapatkan justru dinikmati oleh penduduk di luar wilayah pesisir.
Oleh karena itu kebijakan pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir yang harus diterapkan adalah (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah, 1998):
1. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari kegiatan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan.
2. Meningkatkan peran serta masyarakat pesisir dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan.
3. Memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir yang berwawasan lingkungan yang diikuti oleh peningkatan pendapatan
D. Penyajian Data
Upaya mencari tujuan dan sasaran pada makalah ini, disadari merupakan sesuatu yang rumit dan kompleks karena –seperti biasanya pada permasalahan lingkungan –perlu untuk memperhatikan keterkaitan antar berbagai komponen yang terlibat.
Maka pendekatan pemecahan masalah yang digunakan disesuaikan dengan sifat permasalahan yang bersifat kompleks dan multi skala tersebut dengan menggunakan Model Sistem Dinamik. Dalam kajian ini fenomena yang teliti merupakan hubungan sebab-akibat yang bersifat timbal balik dan dinamis dari suatu kegiatan pembangunan yang memanfaatkan sumberdaya alam dalam rangka mencapai tujuannya dan berlangsung di atas suatu ekosistem, untuk kemudian diamati dampaknya terhadap keberlangsungan kemampuan dan fungsi ekosistem itu sendiri dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain model ini dimaksudkan untuk mengamati kegiatan sektor pembangunan dominan yang meliputi kegiatan permukiman, pertanian dan industri di sepanjang DAS (dipilih lokasi Way Sekampung – di Propinsi Lampung) di sekitar kawasan hulu sampai dengan hilir (sebagai penyebab) dan total dampaknya terhadap kawasan pesisir (sebagai akibat).
Diambil sebanyak 15 titik sampel di sepanjang sungai Way Sekampung dan 6 titik sampel di perairan laut muara Way Sekampung. Pengambilan data di 15 titik sampel tersebut bertujuan untuk mengetahui kualitas air sungai berdasarkan parameter pencemaran dan sedimentasi yang meliputi kadar BOD, COD, sianida dan TSS (total suspended solid). Selanjutnya, disimulasikan beberapa skenario yang merupakan representasi dari intervensi kebijakan untuk memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sebab-akibat kegiatan manusia dengan lingkungan sekitarnya serta interaksi sebab-akibat perubahan tata guna lahan terhadap pendapatan penduduk di berbagai sektor. Faktor-faktor tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penataan ruang wilayah yang berkelanjutan.
E. Analisis Permasalahan
Berdasarkan Rumusan masalah yang tersaji diatas ada beberapa hal yang perlu di perhatikan:
1.Bagaimana memberikan perhatian yanq lebih mendalam dan menyeluruh mengenai sistem sumberdaya pesisir yang unik, serta kapasitas keberlanjutannya bagi berbagai macam kegiatan manusia
Wilayah pesisir memiliki karakteristik dan keunikan serta beragam sumberdaya yang khas. Kekhasan ini mengisyaratkan pentingnya pengelolaah wilayah tersebut dikelola dengan pendekatan terpadu bukan pendekatan sektoral. Karakteristik wilayah pesisir yang dimaksud adalah:
Adanya keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir (mangrove, misalnya), cepat atau lambat, akan mempengaruhi ekosistem lainnya. Begitu pula halnya, jika pengelolaan kegiatan pembangunan di lahan atas (industri, pertanian, pernukiman, dan lain-lain) suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis kawasan pesisir dan laut. Fenomena inilah yang kemungkinan besar merupakan factor penyebab utama bagi kegagalan panen tambak udang yang akhir-akhir ini menimpa kawasan Pantai Utara Jawa. Karena untuk kehidupan dan pertumbuhan udang secara optimal diperlukan kualitas perairan yang baik, tidak tercemar seperti Pantai Utara Jawa.
Terus bagaimana kemudian agar pengelolaan wilayah pesisir itu tidak hanya bermanfaat untuk kita dimasa sekarang tetapi juga di masa depan untuk generasi kita yang akan datang, artinya bagaimana menerapkan konsep pembangunan berkelanjutanya.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu seperti diuraikan di atas, merupakan salah syarat untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Selain itu, juga terdapat kaidah-kaidah yang harus diterapkan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebuluhan hidup saat ini tanpa merusak atau menurunkan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (WCED, 1987).
Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan suatu strategi pembangunan yang memberikan semacam ambang batas (limit) pada laju pemanfaatan ekosistem alamiah serta sumberdaya alam yang ada di dalamnya, Ambang batas ini tidaklah bersifat mutlak (absolute), melainkan merupakan batas yang luwes (flexible) yang bergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya alam, serta kemampuan biosfir untuk menerima dampak kegiatan manusia. Dengan perkataan lain, pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia tidak rusak.
TEORI YANG COCOK DITERAPKAN DALAM PERMASALAHAN PERTAMA INI MENURUT SAYA ADALAH
Pendekatan struktural.
Sasaran utama pendekatan struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik. Dengan penataan aspek struktural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sistem hubungan sosial dan ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya alam dari ancaman yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang utama yang selama ini secara terus menerus menempatkan masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit. Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah strategi sebagai berikut
Dengan pendekatan ini diharapkan masyarakat dapatikut serta melindungi dan menjaga agar sumberdaya yang mereka miliki tidak akan berguna untuk masa sekarang tetapi juga untuk generasi yang akan dating.
2. Apa upaya yang harus dilakukan untuk mengoptimalisasi pemanfaatan serta neka (ganda) dari sistem ekosistem pesisir serta seluruh sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya dengan memperhatikan atau mengintegrasikan segenap informasi ekologis, ekonomis, sosial-budaya dan hukum kelembagaan.
Secara garis besar konsep pembangunan berkelanjutan memiliki empat dimensi : (1) ekologis, (2) social-ekonomi-budaya, (3)sosial politik, dan (4) hukum dan kelembagaan.
Dimensi Ekologis
Berangkat dari konsep ini, pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan berarti bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang terdapat di suatu wilayah yang berhubungan dengan wilayah pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem alamiah termasuk wilayah pesisir, memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia:
• Jasa pendukung kehidupan
• jasa-jasa kenyamanan
• Penyediaan sumberdaya alam
• penerima limbah (ORTOLANO 1984)
Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan dua fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia, maka fungsi sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan dapat diharapkan tetap terpelihara.
Berdasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, maka secara ekologis terdapat tiga persyaratan yang dapat menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi, dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial (spatial suitability) mensyaratkan, bahwa dalam suatu pembangunan wilayah pesisir dan lautan selain zona pemanfaatan perlu adanya keberadaan zona preservasi dan konservasi. Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah pembangunan sangat penting dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidroloqi dan unsur hara; membersihkan limbah secara alamiah; dan sumber keanekaragaman hayati (biodiversity).
Bergantung pada kondisi alamnya, luas zona preservasi dan konservasi yang optimal dalam suatu kawasan pembangunan sebaiknya antara 30 - 50 % dari luas totalnya. seperti Pantai Timur Kalimantan, Pulau Batam, dan Pantai Utara Jawa Barat, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi harus pula dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi, Contoh daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan (spawning ground) dan jalur hijau pantai.
Dalam zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu, beberapa kegiatan pembangunan, seperti pariwisata alam, pemanfaatan hutan bakau dan perikanan secara berkelanjutan (sustainable basis) dapat berlangsung dalam zona konservasi. Ketika kita memanfaatkan wilayah (perairan) pesisir sebagai tempat untuk tidak boleh melebihi kapasitas daya asimilasinya (assimilative capacity pembuangan limbah, maka harus ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah tersebut.
Yang dimaksud dengan daya asimilasi adalah kemampuan sesuatu ekosistem pesisir untuk menerima suatu jumlah limbah tertentu sebelum ada indikasi terjadinya kerusakan lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditoleransi (Krom, 1986).
Sementara itu, bila kita menganggap wilayah pesisir sebagai penyedia sumberdaya alam, maka dalam pemanfaatan yang berkelanjutan perlu kiranya memperhatikan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan sumberdaya yang tak dapat pulih (non-renewable resources). Pemanfaatan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) adalah bahwa laju ekstraksinya tidak boleh melebihi kemampuannya untuk memulihkan dari pada suatu periode tertentu (Clark, 1988). Sedangkan pemanfaatan sumberdaya pesisir yang tak dapat pulih (non-renewable resources) harus dilakukan dengan cermat, sehingga efeknya tidak merusak lingkungan sekitamya.
Dimensi Sosial-Ekonomi
Dimensi ekologis seperti diuraikan di atas pada dasarnya menyajikan iriformasi tentang daya dukung (kemampuan suplai) sistem alam wilayah pesisir dalam menopang segenap kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia. Dengan demikian, agar pembangunan wilayah pesisir dapat berkelanjutan maka pola dan laju pembangunan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga total permintaannya (demand) terhadap sumberdaya alam dan jasa jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan suplai tersebut.
Secara sosial-ekonomi-budaya konsep pembangunan berkelanjutan mensyaratkan, bahwa manfaat (keuntungan) yang diperoleh dari kegiatan penggunaan suatu wilayah pesisir serta sumberdaya alamnya harus diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar kegiatan (proyek) tersebut, terutama mereka yang ekonomi lemah, guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri. Untuk negara berkembang, seperti Indonesia, prinsip ini sangat mendasar, karena banyak kerusakan lingkungan pantai misalnya penambangan batu karang, penebangan mangrove, penambangan pasir pantai dan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, berakar pada kemiskinan dan tingkat pengetahuan yang rendah dari para pelakunya.
Keberhasilan Pemda Dati I Propinsi Bali dalam menanggulangi kasus penambangan batu karang dengan menyediakan usaha budidaya rumput laut sebagai altematif mata pencaharian bagi para pelakunya, adalah merupakan salah satu contoh betapa relevannya prinsip ini bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia.
Dimensi Sosial Politik
Pada umumnya permasalahan (kerusakan) lingkungan bersifat eksternafitas. Artinya pihak yang menderita akibat kerusakan tersebut bukanlah sipembuat kerusakan, melainkan pihak lain, yang biasanya masyarakat miskin dan lemah. Sebagai contoh pendangkalan bendungan dan saluran irigasi serta peningkatan frekuensi dan magnitude banjir suatu sungai akibat penebangan hutan yang kurang bertanggung jawab didaerah hulu. Demikian juga dampak pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang sebagian besar disebabkan oleh negara-negara industri.
Mengingat karakteristik permasalahan lingkungan tersebut, maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Tanpa kondisi politik semacam ini, niscaya laju kerusakan lingkungan akan melangkah lebih cepat ketimbang upaya pencegahan dan penanggulangannya.
Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Pada akhirnya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan mensyaratkan pengendalian diri dari setiap warga dunia untuk tidak merusak lingkungan. Bagi kelompok the haves dapat berbagi kemampuan dan rasa dengan saudaranya yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, sembari mengurangi budaya konsumerismenya. Persyaratan yang bersifat personal ini dapat dipenuhi melalui penerapan sistem peraturan dan perundangundangan yang berwibawa dan konsisten, serta dibarengi dengan penanaman etika pembangunan berkelanjutan pada setiap warga dunia.
TEORI YANG COCOK DITERAPKAN DALAM PERMASALAHAN KEDUA INI MENURUT SAYA ADALAH
Teori Pembangunan Klasik.
Teori Pembangunan Klasik memiliki tiga aliran, yaitu aliran-aliran Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx.
Aliran Durkheim.
Menurut Durkheim pembangunan adalah proses perubahan masyarakat dalam dimensi kuantitatif dan kualitatif, yaitu adanya perubahan orientasi masyarakat dari berfikir tradisional menjadi modern. Karena itu akan terjadi perubahan tata nilai masyarakat dari yang berbasiskan solidaritas mekanik menjadi solidaritas organik. Indikator yang bisa dilihat adalah tumbuh dan berkembangnya organisasi-organisasi sosial ekonomi modern. Implikasi dari konsep pembangunan ini, masyarakat berkembang secara bertahap sebagai berikut:
• Tahap Pra Industri: pada tahap ini hubungan sosial yang berkembang pada umumnya hanya terjadi dalam kelompok masyarakat (isolasi fungsional);
• Tahap Industrialisasi: sebagai akibat dari proses industrialisasi maka terjadi perembesan (spill over) struktur budaya modern dari pusat yang berada di kota ke daerah pinggiran yang berada di pedesaan;
• Tahap Perkembangan: pusat secara terus menerus menyebarkan modernisasi sehingga tercapai keseimbangan hubungan fungsional antara pusat dan pinggiran.
Jadi mengapa teori ini yang cocok dipakai dalam analisis yang kedua ini karena bawasanya didalam membenahi pembangunan yang akan di jalankan terlebih dahulu kita melalui barbagai Tahapan-tahapan dan juga pengintegrasian semua aspek di segala bidang
3. Bagaimana cara meningkatkan pendekatan interdisipliner dan koordinasi serta kerjasama intersektoral dalam mengatasi permasalahan pembangunan yang kompleks, kemudian memformulasikan strategi bagi perluasan dan diversifikasi berbagai kegiatan ekonomi.
Berdasarkan keterkaitan sektor, maka model pengelolaan sumberdaya pesisir dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu pengelolaan sektoral dan pengelolaan secara terpadu. Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral pada dasarnya berkaitan hanya dengan satu jenis sumberdaya atau ekosistem untuk memenuhi tujuan tertentu (sektoral), seperti perikanan, pariwisata, pertambangan, industri, pemukiman, perhubungan dan sebagainya. Dalam perencanaan dan pengelolaan semacam ini aspek "cross-sectoral” atau “cross-regional” impacts seringkali terabaiakan. Akibatnya, model perencanaan dan pengelolaan sektoral ini menimbulkan berbagai dampak yang dapat merusak lingkungan dan juga akan mematikan sektor lain. Fenomena Pantai Utara Jawa merupakan salah satu contoh dari perencanaan pembangunan sektoral, dimana sektor industri mematikan sektor perikanan budidaya (tambak) apabila penanganan dan pengelolaan limbah industri tidak dilakukan secara tepat dan benar.
Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assessment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomis-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.
Keterpaduan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu: (1) keterpaduan wilayah/ekologis; (2) keterpaduan sektor; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan stakeholder.
Keterpaduan Wilayah/Ekologis
Secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas (daratan) dan laut lepas. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dan laut tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang mengenai kawasan pesisir dan laut adalah akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan sebagainya, demikian juga dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut.
Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh industri dan limbah rumah tangga, sedimentasi akibat erosi dari kegiatan perkebunan dan kehutanan, dan limbah pertanian tidak dapat hanya dilakukan di kawasan pesisir saja, melainkan harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan di wilayah ini harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah Aliran Sungai (DAS) Menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik di wilayah pesisir akan hancur dalam sekejap jika tidak diimbangi dengan perencanaan DAS yang baik pula. Keterkaitan antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir harus selalu diperhatikan.
Keterpaduan Sektor
Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Akibatnya, sering kali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut antar satu sektor dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan
kegiatan sektor lain. Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secara horizontal (antar sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam satu sektor). Oleh karena itu, penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan pembangunan lainnya.
Keterpaduan Displin llmu
Wilayah pesisir dan laut memiliki sifat dan karakteristik yang unik, baik sifat dan karakteristik ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik sosial budaya masyarakat pesisir. Sehingga dalam mengkaji wilayah pesisir dan laut tidak hanya diperlukan satu disiplin ilmu saja, tetapi dibutuhkan berbagai disiplin ilmu yang menunjang sesuai dengan karakteristik pesisir dan lautan tersebut. Dengan system dinamika perairan pesisir yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula seperti hidrooseanografi, dinamika oseanografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan disiplin ilmu lainnya juga sangat penting. Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah ilmu-ilmu ekologi, oseanografi, keteknikan, ekonomi, hukum dan sosiologi.
Keterpaduan Stakeholder
Segenap keterpaduan di atas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang oleh keterpaduan dari pelaku dan pengelola pembangunan di kawasan pesisir dan laut (Stakeholder). Seperti diketahui bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam wilayah pesisir antara lain terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat pesisir, swasta/investor dan juga lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masing-masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pesisir. Penyusunan perencanaan pengelolaan terpadu harus mampu mengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumberdaya pesisir dan laut. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harus menggunakan pendekatan dua arah, yaitu pendekatan "top down" dan pendekatan "bottom up".
Keterpaduan merupakan aspek yang sangat esensial dalam system pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, yang tidak hanya menjamin kecocokan
secara internal antara kebijakan dan program aksi, antara proyek dan program, tetapi juga menjamin keterkaitan antara perencanaan dan pelaksanaan. Berdasarkan jenis keterpaduan dapat dibedakan atas tiga jenis keterpaduan, yaitu keterpaduan sistem, keterpaduan fungsi dan keterpaduan kebijakan (ChuaThia-Eng, 1993).
TEORI YANG COCOK DITERAPKAN DALAM PERMASALAHAN KE TIGA INI MENURUT SAYA ADALAH
Teori Perubahan Struktural.
Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan Hollis Chenery .
Model ini dikembangkan oleh Hollis Chenery yang menyarankan adanya perubahan struktur produksi, yaitu pergeseran dari produksi barang pertanian ke produksi barang industri pada saat pendapatan per kapita meningkat. Model ini menyatakan bahwa peningkatan tabungan dan investasi perlu tetapi tidak harus cukup (necessary but not sufficient condition) untuk memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Pola ini juga menyaratkan bahwa selain akumulasi modal fisik dan manusia, diperlukan pula himpunan perubahan yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian suatu negara untuk terselenggaranya perubahan dari sistem ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk tranformasi produksi dan perubahan dalam komposisi permintaan konsumen, perdagangan internasional serta perubahan-perubahan sosial-ekonomi seperti urbanisasi, pertumbuhan dan distribusi penduduk.
Kemudian mengapa teori ini cocok untuk bagian yang ketiga ini karena bawasanya untuk membenahi sector ekonomi suatu Negara di berlakukan keterkaitan antara faktor-faktor yang terlibat dalam proses pembenahan tersebut agar nantinya dapat mengerti hal mana yang masih kurang tepat
4.Apa upaya yang harus dilakukan untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas investasi kapital pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, di bidang ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup.
Memang dalam hal ini tampaknya pemerintahlah yang harus secara serius untuk bagaimana membenahi pemanfaatan sumberdaya pesisir yang pengelolaannya secara sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat namun masyarakat disini tidak bisa tinggal diam menunggu apa kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk membenahi masalah tersebut, masyarakat harus juga berperan aktif dalam peningkatan pembangunan tersebut.
Di Bidang ekonomi
Masyarakat harus lebih aktif menyikapi program-program pemerintah dimana nantinya, mereka bertindak sebagai implementasi dari programyang akan di jalankan seperti halnya dengan bidang ekonomi pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu bagaimana membenahi sector ekonomi masyarakat yang berada dikawasan pesisir, agar nantinya mereka bisa lebih mandiri. Terutama dengan mengembangkan wilyah tersebut menjadi kawasan wisata yang tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat setempat tetapi juga bagi pembangunan pemerintah daerah setempat.
Lingkungan dan Sumberdaya Alam
Hal-hal yang harus dikaji dan dianalisis meliputi:
(1) distribusi dan potensi lestari (sustainable yield) dan strap sumberdaya pesisir dan laut yang akan dikembangkan.
(2) tingkat pemanfaatan dari strap sumberdaya tersebut,
(3) dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan akibat pemanfaatan sumberdaya tersebut; dan
(4) dampak dari kegiatan pembangunan saat ini dan masa depan terhadap
sumberdaya pesisir dan laut.
Pengumpulan dan analisis data untuk keperluan dapat dilakukan dengan cara memetakan penyebaran sumberdaya wilayah pesisir dan laut, pemanfaatan sumberdaya tersebut, dan dampak dari pemanfaatan sumberdaya. Atas dasar data ini, kita dapat mengidentifikasi atau mendeleniasi wilayah pesisir dan laut yang masih dapat dikembangkan atau yang tidak dapat dikembangkan, serta menentukan apakah kegiatan yang akan dikembangkan sesuai (compatible) dengan kondisi wilayah. Berbagai macam teknik analisis dapat digunakan untuk keperluan ini. Dari yang sederhana, seperti penampilan (overlay) peta transparansi, sampai yang canggih seperti Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dikombinasikan dengan penginderaan jauh (remote sensing).
Kondisi Sosial-Ekonomi-Budaya
Kondisi sosial-ekonomi-budaya yang perlu dikaji adalah hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sumberdaya wilayah pesisir dan laut terutama: persepsi dan aspirasi masyarakat setempat terhadap sumberdaya dan lingkungan; pola pemilikan sumberdaya dan hak pengusahaannya; dan sistem pengelolaan traditional seperti "sasi" di Maluku dan "panglima laut” di Aceh.
TEORI YANG COCOK DITERAPKAN DALAM PERMASALAHAN KEEMPAT INI MENURUT SAYA ADALAH
Teori Modernisasi Harrod-Domar
Menurut teori ini bawasanya Modernisasi dapat dicapai dengan beberapa cara, salah satunya menekankan aspek ekonomi dengan teori tabungan dan investasi. Dicetuskan oleh Sir Roy Harrod dari Ingris dan Profesor Evesey Domar dari Amerika Serikat pada awal dekade 1950-an yang terkenal dengan pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Dalam model pertumbuhan Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan tingkat pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP), dapat terjadi jika masyarakat bisa menabung yang kemudian menggunkannya untuk membiayai investasi. Makin tinggi tingkat tabungan masyarakat, makin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai. Selain itu Negara berkembang sering menggunakan model Harrod-Domar sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan investasi untuk mencapai target tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Model pertumbuhan Harrord-Domar yang didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi neo-klasik berasumsi bahwa pertumbuhan ekonomi atau kenaikan output nasional merupakan indikator terhadap adanya kenaikan tingkat kesejahteraan masyarakat, melalui penciptaan lapangan kerja baru, karena ada tambahan atau perluasan investasi, melalui efek multiplier dari pengeluaran investasi tersebut, dan juga melalui efek penetesan ke bawah (tricklingdown effect).
Menurut saya teori ini sangat cocok diterapkan karena dalam analisis yang keempat ini bawasanya pemerintah akan menekan sector ekonomi dikawasan pesisir untuk memajukan pembangunan daerah.
F. Kesimpulan dan Saran
Kebijakan bidang pesisir dan lautan sebagai kebijakan strategis diharapkan dapat membawa kemakmuran rakyat, mengembangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia serta mampu mensejajarkan diri dengan komunitas negara maju didunia. Kebijakan tersebut didasarkan pada obyektivitas ilmiah (scientific objectivity) yang dibangun berdasarkan asas partisipatif dan diarahkan agar rakyat sebagai penerima manfaat terbesar. Karena itu, salah satu upaya dalam kebijakan tersebut adalah bagaimana untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat sesuatu demi melindungi sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan sumberdaya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain:
o Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan.
o Pengembangan keterampilan masyarakat
o Pengembangan kapasitas masyarakat.
o Pengembangan kualitas diri
o Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperanserta
o Penggalian & pengembangan nilai tradisional masyarakat
G. Daftar Pustaka
1. Akil, Sjarifuddin. 2002. Kebijakan Kimpraswil Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan perikanan Tahun 2002. Jakarta.Nurmalasari, Y. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis Masyarakat.
2. Clark J.R. 1992. Integrated Management of Coastal Zones. FAO Fisheries Technical Paper No 327. Pome. Italy.
3. Dahuri, R., Jacub Rais, Sapta Putra Ginting, M.J. Sitepu. 1996. PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. PenerbitPradnya Paramita. Jakarta. 298 hal.
4. Harbinson dan Myers,1965, Manpower and Education : Country Studies in Economic Development .
5. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Strategi Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah, Ridev Institute Surabaya
6. Nybaken,W.J. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia, Jakarta.Sorensen, J.C. and S.T. McCreary. 1990. Institutional Arrangement for Managing Resources and Environment 2nd ed. Coastal Publication No. 1. Renewable Resources Information Series. US National Park
7. Rokhimin D,1999, Prosiding : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir TerpaduBerbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembengunan Daerah dengan Coastal Recsources Management Project (CRMP/CRC-URI). Jakarta.Rudy C Tarumingkeng,, (2001) Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan.
8. Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APAKASI). 2001. Permasalahan dan Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir Di Daerah.http://ap likas i.or.id /modul es .php?
9. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah, Ridev Institute Surabaya
Orang yang bercita-cita tinggi adalah orang yang menganggap teguran keras baginya lebih lembut daripada sanjungan merdu seorang penjilat yang berlebih-lebihan.
Orang-orang Sukses bukanlah Orang yang tidak pernah Gagal, tapi orang yang selalu Bangkit di Tiap Kegagalannya.
jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan
COBALAH MULAI TINGGALKAN KESENANGAN
YANG MENGHALANGI PENCAPAIAN KESUKSESAN HIDUPMU
KARENA
TANPA DISADARI
BAHWA BEBERAPA KESENANGAN
ADALAH
CARA GEMBIRA MENUJU KEGAGALAN
DUNIA PUNYA CUKUP HAL UNTUK KEBUTUHAN SETIAP ORANG,
TAPI TIDAK CUKUP BANYAK BAGI KESERAKAHAN SATU ORANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar